12 July 2013

Curhat Dari Seorang pakar TI (mas Vavai)

Nah, ini diskusi menarik. Karena awalnya saya berlatar belakang staff IT kemudian migrasi jadi konsultan, saya kadang menyayangkan pola pikir seperti  berikut ini :
  1. Kalau apa-apa diserahkan pihak eksternal, nanti kita nggak dianggap sebagai staff IT?
  2. Kalau apa-apa diserahkan pada pihak eksternal, berarti kita dianggap nggak tahu apa-apa?
  3. Untuk pengajuan kelihatannya sulit, soalnya perusahaan nggak mau invest
Hasil akhir dari pola pikir diatas adalah :

  1. Staff IT babak belur mesti jadi superman, mengerjakan segala jenis pekerjaan
  2. Waktu untuk belajar tidak ada
  3. Waktu untuk improvement tidak ada
  4. Pekerjaan sehari-hari adalah menyelesaikan persoalan harian, tidak sempat planning kedepan
  5. Cepat atau lambat overload pekerjaan
  6. Jika kondisi baik-baik saja, penghargaan rasanya kurang tapi jika sistem bermasalah, staff IT jadi keranjang sampah
  7. IT dianggap sebagai cost center, pos pengeluaran biaya. Gaji staff IT juga bukan dilihat dari keahlian melainkan sama halnya sebagaimana staff lain yang sifatnya administrative
Bagaimana trick menyiasatinya? Ini saran saya :
  1. Perkuat pengetahuan, supaya staff IT nggak disepelekan
  2. Berpakaian rapi, supaya parlente dan reputasi tetap terjaga
  3. Serahkan pekerjaan tertentu yang diluar cover kita pada pihak eksternal sesuai expertise, namun kita tetap pegang authoritative admin-nya. Jangan semua kita kerjakan dan jangan pula semua dioutsource.
  4. Kembangkan networking, jangan jadi katak dalam tempurung. Kalau IT nggak bisa diajak ngobrol soal update info terkait teknologi, kemungkinan besar staff IT nggak layak untuk dipromosikan
  5. Belajar membuat perencanaan. Belajar manajemen. Orang IT jago manajemen biasanya lebih dihargai
  6. Tidak usah takut membuat pengajuan/pembelian/invest. Kalaupun gagal, boss akan mikir soal biaya yang sepadan untuk itu. Maksudnya, misalnya ada pengajuan implementasi mail server pakai pihak eksternal biayanya Rp. 50 juta. Kalaupun gagal, kita sudah kasih pemahaman ke boss bahwa biaya setup mail server itu nggak murah dan kalau kita disuruh setup, dia akan mikir bahwa apakah gaji kita juga sepadan dengan tingkat kesulitannya atau tidak
  7. Gunakan tangan orang lain/pihak ketiga/konsultan untuk presentasi dan meyakinkan boss
Hal terakhir, jangan putus asa jika kita sudah berusaha melakukan hal diatas namun gagal maning-gagal maning. Bisa jadi yang salah bukan kita melainkan perusahaan yang salah merekrut kita. Bisa jadi mestinya kita nggak layak kerja disitu dan lebih layak bekerja di tempat lain yang menghargai kemampuan kita. Jika kita punya kemampuan, jangan takut susah cari kerja. Kalau perlu bisa wirausaha.

Sebagai share pengalaman, sewaktu saya jadi Spv IT di kantor di Tanjung Priok, saya pernah diminta menghubungkan jaringan di 10 gudang yang masing-masing jaraknya rata-rata 1 KM. Saya belajar Mikrotik. Saya minta staff saya belajar Mikrotik. Saya dan staff setup sendiri. Pekerjaan lain terlantar, pekerjaan setup jaringan nggak beres-beres. Bisa nyambung tapi kadang putus lagi. Intermitten. Bikin jengkel, bukan cuma saya yang jengkel, klien (bagian operasional) dan boss saya juga ikutan jengkel. IT jadi seperti orang bego, tiap kali setup cuma beres sesekali. Belum lagi ditambah virus. Belum lagi ada salah update. Belum lagi internet masalah. Belum lagi spam. Capek sekali.

Jika sekarang saya review, masalah utama ya karena hal diatas, saya ingin kerjakan semuanya, khawatir kalau saya ajukan nanti nggak disetujui boss. Saya nggak mikir bahwa namanya diajukan kita bisa pakai taktik, kita bisa pakai pihak yang berkompeten, kita juga nggak kesalahan karena kita sudah menawarkan penyelesaian/cara yang benar untuk mengatasi masalah.

No comments:

Post a Comment